Hai hai hai
sahabat Lifepedia,,Selamat siang,,
It’s a rainy
day, paling enak duduk didepan laptop, minum teh sambil ngemil..hehe dan
tentunya sambil sharing dengan sahabat lifepedia, selain bermanfaat perut juga kenyang :D
Kali ini
saya ingin share pengalaman ketika saya melakukan PKPA (Praktek Kerja Lapangan)
di suatu industri farmasi, saya berada di departemen QA (GMP Compliance) dan mendapat tugas khusus mengenai Penangan
Deviasi/Penyimpangan.
Apa itu Deviasi/ Penyimpangan?
Deviasi adalah segala aspek pembuatan obat yang
tidak sesuai dengan prosedur pabrik, contohnya salah penandaan Expired Date, adanya semut atau
kontaminan saat mixing/ granulasi, salah penimbangan, ada spot pada tablet dan
lain-lain.
Bagaimana Manajemen Deviasi?
Manajemen deviasi
merupakan salah satu sistem dokumentasi yang wajib diterapkan oleh setiap
industri farmasi dalam melakukan kontrol terhadap segala aspek pembuatan obat. Segala
bentuk deviasi ini harus dilaporkan ke QA oleh siapapun yang menemukannya.
Deviasi ini ada dua macam, yaitu deviasi tak terduga (Non conformity case) dan deviasi terencana (Temporarily change). Deviasi tak terduga merupakan segala bentuk
penyimapangan yang terjadi secara spontan atau tidak dapat diperkirakan.
Deviasi terencana merupakan segala bentuk penyimpangan yang dapat diperkirakan
dan memang direncanakan, misal ketika libur panjang aktivitas produksi
berhenti, AHU dimatikan, sementara AHU itu dibutuhkan kontrol ruangan. Deviasi
yang terjadi selanjutnya dibuat CAPA (Corrective
And Preventive Action).
Apa itu CAPA?
CAPA (Corective
And Preventife Action) merupakan suatu tindakan tidak hanya untuk mengatasi
deviasi yang terjadi tetapi juga membuat tindakan preventif agar deviasi
tersebut tidak terjadi lagi. Laporan deviasi suatu industri farmasi isinya
tidak selalu sama karena tergantung dari jenis deviasi yang terjadi.
Bagaimana Tahapan Penanganan Deviasi?
Hal-hal yang perlu tercantum dalam laporan deviasi, antara
lain :
1.
Tanggal deviasi dilaporkan
2.
Nomor Dokumen
3.
Tanggal deviasi ditemukan
4.
Deskripsi deviasi yang terjadi
5.
Departemen terkait
6.
Investigasi Awal
Investigasi awal dilakukan segera
setelah deviasi di area tertentu ditemukan oleh pihak yang berwenang untuk
memulai penanganan deviasi. Investigasi awal dilakukan oleh departemen terkait
untuk mengetahui apa dan dimana deviasi terjadi, kapan terjadinya, perubahan
yang mungkin timbul karena deviasi yang terjadi, siapa saja yang terlibat , penyebab
dari deviasi yang terjadi, apakah ada dampak terhadap regulasi, apakah ada
dampak terhadap kualitas produk, apakah ada dampak terhadap lingkungan dan
apakah ada dampak lain yang mungkin terjadi.
7.
Risk
Assesment
Risk assesment dilakukan untuk
memperkirakan besarnya resiko akibat deviasi tersebut dan tindakan yang akan
dilakukan untuk memperbaiki dan mencegah deviasi tersebut terulang kembali. Ada
beberapa cara menentukan Risk Assesment (dapat dilihat juga di ICH Q9 mengenai
Quality Risk Management). Disini menggunakan metode FMEA (Failure Mode Effect
Analysis). Risk assesment dilakukan dengan melihat 3 parameter dan
memperkirakan besar pengaruhnya dengan menggunakan penilaian (scoring), yaitu :
1.
Saverity of Effect (S)
Merupakan besarnya dampak atau tingkat
keparahan yang diakibatkan oleh deviasi yang terjadi. Scoring (1-10) :
10 : Sangat signifikan terhadap GMP atau
membahayakan kehidupan pasien.
5 :
Signifikan terhadap GMP atau berpengaruh terhadap pasien.
1 :
Sedikit berpengaruh terhadap GMP atau tidak berpengaruh terhadap pasien.
2. Occurence (O)
Merupakan besarnya kemungkinan atau frekuensi
kejadian. Scoring (1-10) :
10 :
Sangat sering
5 :
Sering
1 :
Jarang
3. Detection (D)
Merupakan besarnya kemungkinan deviasi
dapat segera dideteksi sebelum resiko yang lebih lanjut terjadi. Semakin tinggi
kemungkinan deviasi menurunkan nilai resiko (scoring). Scoring (1-10):
1 : Sangat mudah dideteksi atau banyak
mekanisme untuk mendeteksi yang dapat
dipercaya.
5 :
Mudah dideteksi atau lebih dari satu mekanisme untuk mendeteksi yang dapat
dipercaya.
10 : Sulit atau tidak dapat dideteksi atau
tanpa adanya mekanisme untuk mendeteksi atau metode belum dapat dipercaya.
Selanjutnya
dihitung besarnya resiko atau Risk Priority Number (RPN) dengan rumus :
RPN = S x O x D
Keterangan
:
S
: Severity of Effect
O
: Occurance
D
: Detection
Deviasi
kemudian diklasifikasikan berdasarkan hasil assesment ke dalam kategori:
a. Critical
Deviasi
yang berpotensi membahayakan kesehatan, melanggar regulasi yang berlaku baik terhadap regulasi produksi maupun pemasaran.
b. Major
Deviasi
terhadap sistem GMP yang berpotensi memiliki dampak terhadap kualitas produk
akhir.Termasuk pula kumpulan deviasi minor yang mengacu pada kegagalan sistem.
c. Minor
Deviasi yang
terjadi pada prosedur-prosedur yang ada dan tanpa adanya dampak terhadap kualitas produk akhir.
8.
CAPA Plan
Terdapat rencana CAPA untuk
masing-masing kategori deviasi, yaitu :
a. Deviasi
minor
Evaluasi adanya potensi akan berdampak
pada produk atau batch lain dan segera melaksanakan CAPA yang diperlukan.
Selanjutnya deviasi minor tersebut dapat ditutup.
b. Deviasi
major dan Critical
Diperlukan investigasi lebih lanjut terkait
analisis sumber penyebab deviasi serta assesment dampak dan resiko yang dapat
timbul untuk dapat segera dilakukan tindakan perbaikan. Selanjutnya CAPA
dilakukan berdasarkan hasil dari investigasi terhadap sumber penyebab deviasi.
9.
Persetujuan CAPA
10. Verifikasi CAPA
11. Persetujuan penutupan kasus deviasi
Secara umum seperti itulah penanganan deviasi di industri farmasi. Sistem penanganan
mungkin berbeda antara industri yang satu dengan industri yang lain tergantung kebijakan
perusahaan.
Thanks for visiting Lifepedia, Semoga bermanfaat...
sungguh artikel yang menarik, thx ya,
BalasHapusits good input for me